Kamis, 16 Januari 2014

Cara Budidaya Rotan

 PERSIAPAN LAHAN



Pada umumnya rotan dapat tumbuh dalam berbagai kondisi tanah, terutama di tanah-tanah yang lokasinya berada di pinggiran sungai, dengan permukaan air tanah relatif dangkal.

Karena rotan itu tumbuhnya merambat, maka ia memerlukan pohon sebagai tempat panjatannya. Pohon yang akan menjadi tempat panjatannya harus mempunyai habitat yang sama dengan rotan, yaitu harus tahan terhadap genangan air dan tahan oleh pelumpuran. Di samping itu pohon tersebut harus kuat memiliki percabangan yang rendah, pertumbuhannya sangat cepat dan mudah diperbanyak.
Jenis pohon yang sering dipergunakan sebagai tempat panjatannya rotan antara lain Sempur (Dillenia sp), langsat (Lansium domesticum), Rambai (Baccaurea sp), dan Bungur (Lagerstroemia sp)

Jarak tanam pohon untuk tempat memanjat rotan adalah 10 x 10 meter atau tidak kurang dari 8 x 8 meter, agar dalam pemeliharannya dan pemanenannya dikemudian hari mudah dilaksanakan.
Untuk penanaman areal seluas 1 (satu) hektar, Rotan Sega memerlukan buah sebanyak 200 Kg dan Rotan Irit memerlukan 150 Kg.

Untuk membersihkan biji dari kulit dan daging buah serta kotorannya, harus direndam terlebih dahulu dengan air dingin selama 1 – 2 malam, kemudian diinjak-injak beberapa kali sampai bersih. Selanjutnya, biji yang sudah bersih itu disimpan di tempat kering dan teduh
Pengangkutan biji rotan dibungkus dengan kertas koran dan daun pisang, setelah dibasahi dimasukkan ke dalam karung goni. Biji rotan tersebut akan tahan selama 10 – 14 hari bila kertas koran pembungkusnya tetap basah.Lokasi persemaian, diusahakan pada tanah yang datar, kemiringannya tidak lebih dari 10%. Tanahnya subur, gembur, dan kaya akan bahan organik serta dekat dengan sumber air agar memudahkan dalam penyiramannya.
Karena kecambah rotan tidak tahan terhadap cahaya penuh, maka tempat pembibitan harus berada di bawah pohon-pohon peneduh, atau dapat juga dibuat naungan dengan atap alang-alang/daun kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga cahaya matahari dapat tembus.
Bedengan dibuat dengan ukuran 5 X 1 meter atau 10 X 1 meter dengan jarak antara bedengan ± 60 Cm. Biji rotan yang ukurannya kecil cukup dengannmenghamburkannya diatas bedeng.
Biji rotan yang ukurannya relatif besar, setelah dibersihkan, ditaburkan diatas bedengan berbentuk barisan dengan jarak antar baris tersebut ± 4 cm dan jarak antar biji di dalam barisan ± 2 cm.

Pemindahan kecambah rotan ke kantong plastik, setelah berukuran 0,5 atau bila sudah berumur 2,5 – 3 bulan dan sudah memiliki 2 (dua) helai daun pertama. Rotan Sega dan Rotan Irit dalam setiap kantong plastik berisi 2 (dua) kecambah, sedangkan Rotan Manau dalam satu kantong plastik berisi 1 (satu) kecambah, yang ukurannya sudah mencapai 3 – 5 cm panjangnya.



Pemupukan sebaiknya memakai pupuk kandang yang dilarutkan dengan air terlebih dahulu. Penyiraman dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari. Untuk mencegah penyerangan oleh hama dan penyakit perlu disemprot dengan insektisida dan atau fungisida.

Bibit Rotan yang sudah berumur 1 – 1,5 tahun atau sudah berdaun 5 – 7 helai, sudah siap untuk ditanam di lapangan.


BIBIT ROTAN DARI ANAKAN



Bibit rotan yang diambil dari alam, dipilih yang tingginya sudah mencapai 20 – 30 cm, diambil dengan cara dicungkil memakai parang. Usahakan agar tanahnya banyak yang melekat dengan perakarannya.
Bibit rotan ini dapat diperoleh baik dari rumpun tumbuhan rotan dan atau dari anakan rotan yang tumbuh secara alami dari biji rotan yang bertebaran di lantai hutan
Anakan rotan tersebut diatas, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sebelumnya diisi tanah camur kompos. Daun-daunnya dipotong separuhnya, untuk menjaga penguapan daun yang terlalu besar. Selanjutnya simpan selama 2 – 3 bulan di tempat yang rindang. Disiram setiap hari setiap pagi dan sore sebelum dipindahkan ke lapangan.
Bila bibit rotan hasil penggalian itu tidak dimasukkan ke dalam kantong plastik, maka bibit tersaebut harus segera disimpan di air mengalir perlahan selama 2,5 – 3 bulan untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas akar yang baru, bibit tersebut sudah siap untuk dipindahkan ke lapangan 

PENANAMAN

1.Pengangkutan bibit rotan dilakukan dengan hati-hati, agar perakarannya tidak rusak atau terganggu.
2.Sebelum penanaman bila bibitnya berjumlah cukup banyak terlebih dahulu disimpan di tempat yang teduh dan disiram setiap pagi dan sore hari. 
3.Penanaman dilaksanakan pada awal musim penghujan. Bibit yang berkantong plastik sebelum ditanam harus dibuka kantongnya secara hati-hati.
4.Lubang tanam dibuat 2 buah dengan ukuran masing 30 X 30 X 20 cm disekitar pohon yang akan menjadi tempat panjatannya.
5.Bibit ditanam dengan kedalaman 2 – 3 cm diatas leher akar kemudian diurug dengan tanah gembur atau tanah bekas galian bagian atas. Bila tanahnya kurang subur di setiap lubang tanaman diisi 3 – 5 Kg pupuk kandang yang sudah dicampur tanah.
6.Peanaman bibit harus berdiri tegak lurus kemudian diikatkan pada pohon panjatannya dengan tali yang mudah lapuk.
7.Rotan Sega atau Rotan Irit jarak tanamannya 10 X 10 m dan tiap lubang berisi 2 – 4 bibit. Untuk Rotan Manau jarak tanamnnya 6 X 6 m dan tiap lubang tanamnnya berisi 1 – 2 bibit.
 

PEMELIHARAAN

1.Penyiangan tanaman dilakukan 3 – 4 kali dalam setahun yaitu pada periode tanaman menghadapi masa kritis sampai berumur 3 tahun.


2.Hama tanaman rotan adalah belalang yang memakan daun-daun yang masih muda, kemudian ker dan bajing yang biasanya memakan umbut atau pucuk daun muda.

3.Penyakit tanaman rotan biasanya disebabkan oleh sejenis jamur (Pestalosa sp) yang menyerang daun dan pembusukan pada pangkal batang. Sejenis virus menyerang tunas-tunas muda yang dapat mengakibatkan tumbuhan rotan menjadi kerdil. Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan cara penyemprotan dengan inisektisika dan atau fungisida bila diperlukan.
4.Kebersihan antara rumpun rotan harus dijaga agar memudahkan perawatannya.
5.pemupukan dilakukan selang 6 bulan selama 3 tahun pertama.


PEMUNGUTAN HASIL

1.Cara pemungutan rotan yang baik yaitu dengan tebang pilih (selectif cutting) yaitu hanya menebang batang rotan yang umurnya sudah tua. Tanda-tanda batang rotan yang sudah tua dan siap ditebang yaitu bila upih/pelepah daunnya sudah kering dan mengelupas dari batangnya. Bagi rotan yang tidak berupih batang yang telah tua ditandai dengan warnanya yang menguning.

2.Rotan Irit, sudah dapat dipungut hasilnya bila sudah berumur 7 – 10 tahun selanjutnya dapat ditebang lagi selang 2 tahun selama 24 tahun. Rotan Sega dan Rotan Manau, daun tebang optimalnya adalah 25 tahun sedangkan rotan taman sudah dapat ditebang bila umurnya sudah mencapai 10 – 15 tahun sejak penanaman.

3.Rotan yang tumbuhnya berumpun dalam penebangan pertama cukup diambil 2 – 3 batang saja dan penebangan berikutnya berselang dalam waktu 2 – 4 tahun.

4.Penebangan batang rotan dilakukan dnegan memotong pangkal batang setinggi ± 15 cm dari tanah. Pelepah/upih daun dibersihkan dengan sabit atau dengan cara menggosok-gosokkan batangnya pada pohon panjatannya. Kemudian bagian ujung atas rotan dibuang sepanjang ± 1,5 m. Selanjutnya batang-batang rotan tersebut dipotong dengan ukuran panjangnya disesuaikan dengan permintaan pasar.

5.Rumpun rotan yang sudah berumur 30 – 40 tahun dapat menghasilkan 15 batang rotan tua. Dalam 1 hektar kebun rotan yang terawat dengan baik dapat menghasilkan 7,5 ton rotan basah setiap kali pane





Pohon sagu



1. Teknik Budidaya Tanaman Sagu
  1. Nama Lain dari Tanaman Sagu
            Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.
Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
            Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
  1. Metroxylon sagus,Rottbol atau sagu molat
  2. Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
  3. Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur
  4. Metroxylon rumphii,Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru
  5. Metroxylon rumphii,Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan
Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan Molat.
            Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang pasti belum diketahui. Berdasarkan data penelitian dan pengambangan pertanian dapat diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani.
            Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.


  1. Syarat Tumbuh
            Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50 – 29oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.
            Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
            Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
            Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu. Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat beragam jenis sagu dan struktur tanaman.
  1. Teknologi Perbanyakan tanaman sagu
            Teknologi perbanyakan tanaman sagu dapat dilakuan dengan metode generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan menggunakan biji yang berasal dari buah yang sudah tua dan rontok dari pohonnya. Biji yang digunakan  adalah biji yang berasal dari pohon induk yang baik, yang subur dan produksinya tinggi.
            Perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya yang disebut dangkel atau abut (jangan yang berasal dari stolon).


  1. Persemaian dan Pembibitan
D.1. Persyaratan Benih atau Bibit
     Syarat bibit untuk pembibitan cara generatif adalah biji yang digunakan sudah tua, tidak cacat fisik, besarnya rata-rata dan bertunas. Syarat bibit untuk pembibitan cara vegetatif adalah berasal dari tunas atau anakan yang umurnya kurang dari 1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg. Tinggi anakan +1 meter dan punya pucuk daun 3-4 lembar.

D.2. Penyiapan Benih atau Bibit
a). Cara generatif
           Biji yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan jatuh/rontok dari pohon induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang wajar serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
  
b). Cara Vegetatif
           Pembiakan secara vegatatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya. Adapun cara pengadaan adalah sebagai berikut :
  1. Pengambilan dengkel dipilih yang terletak di permukaan atas.
  2. Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang akar serabutnya.
  3. Dangkel yang telah dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan ditempatkan pada tempat  yang mendapat cahaya matahari langsung dengan bagian permukaan belahan tepat pada tempat di mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
  4. Luka bekas irisan dangkel yang msih tertanam segera dilumuri dengan zat penutup luka (seperti : TB-1982 atau Acid Free Coalteer) untuk mencegah hama dan penyakit.
  5. Bibit sagu direndam dalam air aerobic selama 3-4 minggu. Setelah itu bibit ditanam.
  6. Penyiapan dangkel sebaiknya dilakukan pada waktu menjelang sore hari, kemudian pada sore hari dangkel dikumpulkan dan pada waktu malam hari diangkut ke lahan, untuk menghindari kerusakan dangkel oleh cahaya matahari.



D.3. Teknik Penyemaian Benih
a) Cara generatif :
            Secara generatif penyemaian benih tanaman sagu dapat dilakukan dengan cara perkecambahan tidak langsung, penyiapan media, penataan bibit dan pembibitan, sebagai berikut.
1. Perkecambahan tak langsung
  • Penyiapan media : Wadah atau bak dari bata atau bambu berukuran tinggi 30-40 cm, panjang tidak lebih dari 2 meter dan lebar 1,2 – 1,5 cm. Selanjutnya sepertiga bagian bawah diisi pasir dan atasnya serbuk gergaji basah.
  • Penataan Bibit : bibit ditata dengan jarak 10 x 10 cm; 10 x 15 cm; atau 15 x 15 cm dengan posisi miring atau tegak, bagian lembaga diletakkan di bawah, ¾ bagian bibit  ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban media dijaga antara 80-90%. Setelah umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke bedeng pembibitan.
2. Pembibitan (Perkecambahan  tak langsung di media pembibitan)
  • Penyiapan media : Tanah diolah sedalam 45-60 cm, digemburkan dan ditambah pupuk dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar 1,25 m; dan panjang + 8-10 dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.
  • Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan : Bibit ditanam dengan jarak 25 x 25cm sampai dengan 40 x 40 cm. Pengaturan pembibitan dengan penjarangan : Pada mulanya bibit ditanam dengan jarak rapat, yaitu 12,5 x 12,5 cm; 15 x 15 cm; atau 20 x 20 cm.

D.4. Pemeliharaan Penyemaian
Cara generatif dengan penjarangan :
  1. Dilakukan setelah satu bulan, yaitu menjadi 25 x 25 cm; atau 40 x 40 cm.
  2. Selama masa penyemaian kelembaban dipertahankan 80 – 90 %
  3. Diberi naungan agar tidak kena cahaya matahari langsung.
  4. Peyiraman dilakukan setiap saat.




D.5. Pemindahan Bibit
a). Cara generatif :
Bibit yang berumur 6 -12 bulan dapat dipindahkan atau ditanam. Cara pengangkatannya ke kebun atau tempat penanaman mudah dan murah.
b). Cara Vegetatif
Setelah diambil dapat langsung ditanam.

  1. Pengolahan Media Tanam
  2. Persiapan
Lahan dipilih yang sesuai dengan ketentuan. Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku, penanaman sagu dilakukan pada awal musim hujan.
  1. Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari semua vegetasi di bawah diameter 30 cm dekat permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal. Vegetasi bawah dan ranting – ranting kecil tersebut dibakar dan abunya untuk pupuk. Pokok – pokok batang yang besar, yang sulit penggaliannya dapat ditinggalkan begitu saja di lahan, kecuali pokok – pokok yang berada pada calon baris tanaman harus dibersihkan.
  1. Pembentukan bedengan
Dilakukan untuk penanaman dengan cara blok (biasanya dilakukan perusahaan perkebunan sagu). Adapun tata cara pembangunan blok adalah:
  1. Ukuran blok 400 x 400 m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di tengah – tengah blok dibangun kanal tersier.
  2. Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu : kanal utama, kanal sekunder, dan kanal tersier.
  3. Kanal utama adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun di setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain adalah 800 m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai ke dalam blok – blok sagu, dan sebagai jalur transportasi utama dari kebun ke sungai dan sebaliknya, serta untuk penyanggah pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
  4. Kanal sekunder adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama (melintang pada blok dan kanal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara empat blok sagu disebelahnya; sebagai jalur transportasi sagu dari kebun dan atau kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder adalah 2 m.
  5. Kanal tersier adalah kanal yang digali pada pertengahan blok atau di antara dua blok atau melintangi di antara blok – blok yang saling berseberangan dan sebagai jalur transportasi dari kebun sagu bagian dalam, ke sungai atau kanal utama, atau ke kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan sebaliknya. Lebar kanal tersier adalah 1,5 m.
  6. Saluran drainase lebarnya 0,75 – 1,00 m.
  7. Lain - lain
Menentukan sistem dan alat transportasi, karena lahan penanaman sagu didominasi oleh lahan yang berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi pasang surut. Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus terdiri atas sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.

  1. Penanaman dan Penyulaman
  2. Penentuan Pola tanam
            Penanaman dengan sistem blok adalah jarak tanam atau jarak lubang antar bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menampung + 150 buah. Jarak tanam yang dianggap ideal adalah :
  1. Sagu Tuni 8 x 8 atau 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
  2. Sagu Ihur 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
  3. Sagu Molat 7 x 7, hubungan segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat 2043 tanaman
  4. Jika ketiga varietas ditanam secara bersama – sama, maka ditanam secara terpisah menurut blok.
  5. Pembuatan Lubang tanam
            Lubang tanam digali sebulan/selambat-lambatnya 1 minggu sebelum penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm. Hasil galian tanah bagian atas dipisahkan dari tanah lapisan bawah dan dibiarkan beberapa hari. Pada lubang tanaman itu ditempatkan pancang – pancang bambu, tiap lubang 2 pacang.
  1. Cara Penanaman
            Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan dangkel ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal dangkel ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup jangan ditekan tapi dangkel jangan sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang apabila mungkin di campur puing – puing. Akar – akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah.



  1. Penyiangan (pengendalian gulma)
           Penyiangan dilakukan terhadap gulma dan dilakukan pada sagu muda (3 – 4 tahun), sebab rawan terhadap serangan hama. Gulma juga akan memperbesar peluang kebun dilanda kebakaran. Proses penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, sabit, parang, cangkul dan sebagainya. Hasil dari penyiangan dipendam/dikomposkan. Bila gulma mengandung hama/vektor dan kayu, dibakar dan abunya dijadikan pupuk.

  1. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada tanaman sagu terdapat hama dan penyakit yang dapat mengurangi hasil panen. Beberapa jenis hama dan penyakit adalah sebagai berikut.
Hama
a. Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)
Gejala dari serangan hama ini adalah terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, setelah berkembang tampak terpotong seperti di gunting dalam bentuk segitiga. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis dan bilogis. Pengendalian secara mekanis adalah dengan cara pohon – pohon sagu yang mendapat serangan ditebang dan dibakar. Pengendalian secara biologis dapat dengan menggunakan musuh alami.
b. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder setelah kumbang oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon.  Pengendalian dapat dilakukan dengan cara mekanik dan biologis.
c. Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. Atau Brachartona catoxantha)
Ulat daun selain merusak daun pada sagu, juga menyerang pada daging buah, ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian pada ulat daun dapat dilakukan secara mekanik dan biologis.
d. Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun), memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama binatang ini adalah dengan cara memburu dan membunuhnya agar populasi terkendali.


e. Kera (Macaca irus)
Binatang ini mempunyai potensi untuk merusak bagian  sagu muda dan selalu merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian untuk binatang ini sama dengan  pengendalian binatang babi hutan.

Penyakit
Penyakit yang biasanya terdapat pada tanaman sagu adalah bercak kuning yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala dari penyakit ini adalah daun berbercak – bercak coklat  
  1. Panen
Ciri dan umur panen
         Panen dapat dilakukan umur 6 -7 tahun, atau bila ujung batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10 – 15 m, diameter 60 – 70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50 – 60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku adalah sebagai berikut :
  1. Tingkat Wela/putus duri, yaitu suatu fase dimana sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Kematangannya belum sempurna dan kandungan acinya masih rendah, tetapi dalam keadaan terpaksa pohon ini dapat di panen.
  2. Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah daun, duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada bagian pangkal pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin pandek dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah siap dipanen, karena kandungan acinya sangat tinggi.
  3. Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase dimana semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan acinya telah padat mulai dari pangkal batang sampai ujung batang merupakan fase yang tepat untuk panen sagu ihur (Metroxylon sylvester Martius)
  4. Tingkat siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang menyerupai tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase ini merupakan saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis Metroxylon longisipium Martius



Cara Panen
Langkah-langkah pemanenan sagu adalah sebagai berikut :
  1. Pembersihan untuk membuat jalan masuk ke rumpun dan pembersihan batang yang akan di potong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan hasil tebangan.
  2. Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan menggunakan kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
  3. Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya karena acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6 – 15 meter. Gelondongan dipotong – potong menjadi 1-2 meter untuk memudahkan pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah + 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm.
Periode Panen dan Perkiraan Produksi
         Pemanenan kedua dilakukan dengan jangka waktu + 2 tahun. Perkiraan produksi hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar dengan produksi 40 – 60 batang/ha/tahun, jumlah empulur 1 ton/batang, kandungan aci sagu 18,5 %, dapat diperkirakan hasil per hektar per tahun adalah 7 – 11 ton aci sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat dihasilkan 100 -600 Kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan yang ideal adalah 15%.

2. Teknik Produksi Bioethanol Sagu
            Bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah batang sagu karena merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Tinggi batang sagu dewasa mencapai 10 m . Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen. Setiap pohon sagu dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg tepung sagu basah.
            Kandungan pati maksimal terjadi pada waktu sagu sebelum berbunga. Munculnya primordia bunga biasanya menunjukkan kandungan pati menurun. Kandungan pati menurun karena digunakan sebagai energi untuk pembentukan bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan menjadi kosong dan tanaman sagu mati. Keadaan tersebut mempermudah petani dalam mengetahui kandungan pati sagu secara maksimal.
            Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi sebagian besar masyarakat di kawasan Timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku. Beberapa produk olahan dari pati sagu antara lain papeda, soun, dan ongol-ongol. Diperkirakan hampir 90% areal sagu Indonesia berada di Irian Jaya dan saat ini arealnya menyusut akibat esksploitasi yang berlebihan. Sistem pengolahan sagu di Indonesia masih sangat rendah yang ditandai dengan kapasitas dan produktivitas pengolahan yang masih rendah.
            Di pasaran internasional tepung sagu digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri perekat, dan industri farmasi. Pemanfaatan dan nilai tambah sagu pada tingkat petani masih sangat sederhana. Hal ini karena sebagian besar tujuan pengolahan sagu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Cara sederhana tersebut menghasilkan rendemen yang rendah dan kurang efisien.
            Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air (higroskopis).
            Pati sagu memiliki granula yang berbentuk elips agak terpotong dengan ukuran granula sebesar 20-60 mm dan suhu gelatinisasinya berkisar 60-72oC. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al., (1986) suhu gelatinisasi pati sekitar 72-90oC.